
Warga Mengungsi Akibat Letusan Gunung Semeru Gunung Semeru, gunung berapi tertinggi di Pulau Jawa, kembali menunjukkan aktivitas vulkaniknya yang signifikan. Letusan-letusan yang terjadi dalam beberapa waktu terakhir telah menyebabkan dampak besar bagi masyarakat di sekitarnya, terutama di Kabupaten Lumajang dan sebagian kecil di Kabupaten Malang, Jawa Timur. Salah satu dampak paling serius adalah terjadinya pengungsian massal warga yang terdampak langsung oleh letusan Gunung Semeru.
Latar Belakang Letusan Gunung Semeru | Warga Mengungsi Akibat Letusan Gunung Semeru
Gunung Semeru berada di perbatasan Kabupaten Lumajang dan Malang. Sepanjang tahun 2024, gunung ini tercatat mengalami Erupsi Gunung Semeru berkali-kali dengan kolom abu vulkanik yang mencapai ketinggian hingga 1.100 meter di atas puncak gunung. Misalnya, pada 26 Desember 2024, Gunung Semeru meletus dengan kolom abu setinggi 1.100 meter, sementara pada 24 Desember 2024 juga terjadi erupsi dengan kolom abu setinggi 900 meter. Aktivitas vulkanik ini menimbulkan potensi bahaya serius seperti awan panas, guguran lava, dan aliran lahar yang dapat mengancam keselamatan warga di sekitar lereng gunung.
Dampak Letusan: Pengungsian Warga
Akibat dari letusan-letusan tersebut, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat adanya peningkatan jumlah pengungsi yang harus meninggalkan rumah mereka demi keselamatan. Pada 7 Desember 2021, tercatat sebanyak 3.697 jiwa warga mengungsi akibat erupsi Gunung Semeru. Jumlah ini meningkat signifikan dari data sebelumnya yang hanya 2.004 jiwa.
Sebagian besar pengungsi berasal dari wilayah Kabupaten Lumajang, dengan hanya sedikit yang berasal dari Kabupaten Malang (sekitar 24 jiwa). Pengungsian tersebar di berbagai kecamatan, antara lain:
-
Kecamatan Pronojiwo: 9 titik pengungsian dengan 382 jiwa
-
Kecamatan Candipuro: 6 titik pengungsian dengan 1.136 jiwa
-
Kecamatan Pasirian: 4 titik pengungsian dengan 563 jiwa
-
Kecamatan Lumajang: 188 jiwa
-
Kecamatan Tempeh: 290 jiwa
-
Kecamatan Sumberseko: 67 jiwa
-
Kecamatan Sukodono: 45 jiwa
Pengungsian ini terjadi karena banyak rumah warga rusak akibat material vulkanik seperti abu dan batu pijar yang jatuh, serta potensi bahaya dari awan panas dan lahar yang mengalir di sungai-sungai di sekitar gunung.
Kondisi Korban dan Penanganan Darurat
Selain pengungsian, letusan Gunung Semeru juga menimbulkan korban jiwa dan luka-luka. Data BNPB menyebutkan bahwa hingga saat itu tercatat 34 orang meninggal dunia, 56 orang luka-luka, dan 17 orang masih dinyatakan hilang akibat bencana ini. Penanganan darurat pun terus dilakukan oleh berbagai pihak, termasuk pemerintah daerah dan pusat, untuk memberikan bantuan dan evakuasi kepada warga terdampak.
Rekomendasi dan Upaya Mitigasi
Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) terus memantau aktivitas Gunung Semeru dan memberikan rekomendasi kepada masyarakat agar tidak melakukan aktivitas di zona berbahaya. Zona ini meliputi sektor tenggara sepanjang aliran Besuk Kobokan sejauh 8-13 km dari puncak, serta radius 3-5 km dari kawah gunung yang rawan terhadap lontaran batu pijar dan awan panas.
Masyarakat juga diimbau untuk waspada terhadap potensi bahaya awan panas, guguran lava, dan lahar yang dapat mengalir melalui sungai-sungai kecil yang berhulu di puncak Semeru. Zona larangan aktivitas ini penting untuk mengurangi risiko korban jiwa dan kerusakan lebih lanjut.
Kesimpulan
Letusan Gunung Semeru yang terjadi berulang kali sepanjang tahun 2024 dan sebelumnya telah memberikan dampak besar bagi masyarakat di sekitarnya, terutama di Kabupaten Lumajang. Hingga awal Desember 2021, tercatat sebanyak 3.697 jiwa warga terpaksa mengungsi akibat letusan tersebut. Pengungsian ini merupakan bagian dari upaya mitigasi bencana untuk melindungi warga dari bahaya awan panas, lahar, dan material vulkanik lainnya yang mengancam keselamatan.
Penanganan darurat dan pemantauan terus dilakukan oleh BNPB dan PVMBG untuk memastikan keselamatan masyarakat dan meminimalisir kerugian akibat aktivitas Gunung Semeru yang masih berstatus waspada hingga siaga. Kesadaran dan kepatuhan masyarakat terhadap zona larangan dan rekomendasi mitigasi menjadi kunci utama dalam menghadapi potensi bencana vulkanik ini.